HANAFI PELU
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berbahasa Inggris Widyaiswara di Balai
Diklat Keagamaan Ambon. Penelitian ini dilakukan pada saat Diklat Guru Mata
Pelajaran bahasa Inggris, dimana para tenaga pengajar adalah Widyaiswara Balai
Diklat Agama Ambon. Selain itu, masalah pada penelitian ini adalah mampukah
Widyaiswara berbahasa Inggris pada saat Diklat Guru Mata Pelajaran Bahasa
Inggris, sedangkan tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
Widyaiswara berbahasa Inggris, sedangkan metode yang digunakan pada penenlitian
ini adalah metode penelitian kelitatif deskriptif. Hasil pada penenlitian ini
menunjukan bahwa Widyaiswara yang mengajar pada Diklat guru Mata Pelajaran
Bahasa Inggris belum mampu berbahasa Inggris dengan baik.
Katakunci: kemampuan, bahasa Inggris, Widyaiswara.
The
goal of this research is, to know the abilities of educators in Balai Diklat
Keagamaan Ambon in English. This research is handling while English teachers
training, whereas the educators are from Balai Diklat Keagamaan Ambon, on the
other hand, the problem of this research is “Are educators had an abilities in English?” and the purposes of this
research is, to knowing the educators ability in English. Thus, the reseach
method is qualitative descriptive. The result of this resecrh show, which
educators they teach in English training do not had an ability in English.
Keywords: Ability, English, Educators.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu wahana untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Pendidikan tidak boleh
terjebak pada teoriteori ekonomi neoklasik, suatu teori yang menempatkan
manusia sebagai alat-alat produksi, dimana penguasaan iptek bertujuan menopang
kekuasaan dan kepentingan kapitalitas. Pendidikan sebagai proses pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai lembaga pendidikan yang
merupakan organisasi publik, Balai Diklat Keagamaan Ambon dituntut agar dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas, diperlukan adanya perubahan sumber daya
yang dimiliki berupa perbaikan perangkat pelayanan dan memaksimalkan peran
pelayanan yang ada dengan didukung oleh kualitas pelayanan. Langkah yang perlu
ditempuh oleh untuk meningkatkan pelayanan tersebut adalah mengoptimalkan
kemampuan sumber daya manusianya serta peningkatan sarana dan prasarana yang
mendukung kelancaran pelayanan pendidikan. Berkenaan dengan itu, maka layanan
terhadap peserta diklat harus ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun
kuantitasnya.
Pendidikan sebagai proses pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya. Pada dasarnya, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan
prasarana, ligkungan pendidikan, dan kurikulum.
Berkaitan dengan mutu guru, Balai Diklat
(Balai Pendidikan dan Pelatihan Guru dan Pegawai) sebagai unit pelaksana teknis
yang secara struktural berada di bawah Badan Litbang dan Diklat, dengan widyaiswara
sebagai ujung tombaknya, mempunyai peran yang strategis dalam meningkatkan mutu
sumber daya penyelenggaraan pendidikan (guru, pengawas, kepala Madrasah). Oleh
karena itu, kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI
memberdayakan widyaiswara Balai Diklat merupakan langkah yang tepat sebagai
lembaga yang diberi tugas melaksanakan penataran dan pengembangan teknis
pendidikan juga mempunyai peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan profesionalisme Widyaiswara,
Peraturan Menteri yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi mengamanatkan pentingnya mengembangkan kompetensi Widyaiswara sesuai
jenjang masing-masing. Dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme Widyaiswara
serta dinamika lingkungan strategis yang sedemikian dinamis, maka diperlukan
perbaikan terhadap Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 9 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kewidyaiswaraan
Berjenjang agar sesuai dengan tuntutan kompetensi dan perkembangan situasi
terkini.
Untuk meningkatkan profesionalisme,
Widyaiswara yang akan naik jenjang jabatan, selain mengikuti dan lulus
Pelatihan Kewidyaiswaraan Berjenjang, harus lulus Uji Kompetensi sesuai dengan
jenjang yang akan didudukinya.
Widyaiswara sebagai tenaga yang
professional dalam melaksanakan proses pembelajaran, akan tetapi widyaiswara
belum mampu berbahasa Inggris apa lagi pada diklat guru mata pelajaran Bahasa
Inggris. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, ternyata menunjukan widyaiswara
belum mampu berbahasa Inggris, dengan permasalahan tersebut sehingga membuat
peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar
belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah; Bagaimana kemampuan bahasa Inggris
widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Ambon?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan pada rumusan
masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah; untuk mengetahui
kemampuan bahasa Inggris widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Ambon.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Widyaiswara sebagai tenaga pengajar di
Balai Diklat Keagamaan Ambon mampu berbahasa
Inggris
baik itu pada diklat guru mata pelajaran bahasa Inggris maupun pada diklat mata
pelajaran lainnya.
2.
Manfaat Praktis
Balai diklat Keagamaan Ambon diharapakan
menyediakan fasilitas dan sarana untuk pembelajaran bahasa Inggris dan bahasa
asing lainnya, sehingga widyaiswara dan seluruh pegawai Balai Diklat Keagamaan
Ambon mampu berbahasa Inggris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,
METODE PENELITIAN, TEMUAN DAN PEMBAHASAN
1. Tinjauan
Pustaka
A. Penelitian Sebelumnya
1.
Dr.
Sutiyono melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Berbahasa
Inggris Mahasiswa Seni Tari Semester IV Melalui Kegiatan Belajar Mengajar
Berbahasa Inggris Pada Mata Kuliah Kajian dan Pengembangan Kurikulum Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2010. Dengan hasil hasil
ditemukannya adalah; Optimalisasi hasil belajar dapat ditingkatkan melalui
banyaknya latihan-latihan dan praktek, baik secara individual maupun kelompok.
Oleh karena itu, upaya peningkatan kemampuan berbahasa inggris mahasiswa dapat
dilakukan dengan memperbanyak latihan-latihan dan praktek berinteraksi dengan
bahasa inggris, pada kegiatan belajar mengajar di kelas.
2.
Dr.
Dian rizki utami pengembangan media mobile
learning pada mata kuliah listening di Program Studi Pendidikan
Bahasa Inggris Universitas PGRI Adi Buana Surabaya tahun 2015. Dengan hasil membuktikan
bahwa media mobile learning yang dikembangkan efektif digunakan dalam kegiatan
perkuliahan pada mata kuliah listening di program studi pendidikan bahasa
inggris Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
B. Pengertian Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang
berarti kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 909).
Kemampuan (ability) berarti
kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
(Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Menurut Chaplin ability (kemampuan,
kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan)
untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa
merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau
praktek.
Adapula pendapat lain menurut Sriyatno,
2008: 15, adalah menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu
memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan
ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut.
Kemampuan juga bisa disebut dengan
kompetensi. Kata kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang
berarti ability, power, authority, skill, knowledge, dan
kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi, kata kompetensi dari kata competent
yang berarti memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidangnya sehingga
mereka mempunyai kewenangan atau atoritas untuk melakukan sesuatu dalam batas
ilmunya tersebut.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di
atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau
kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk
mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan dengan kompetensi yang
dimilikinya.
C. Pengertian Kemapuan Berbahasa Inggris
Bahasa merupakan unsur penting bagi tiap
individu yang hidup di atas bumi. Tanpa adanya bahasa, tidaklah terdapat suatu
komunikasi di antara individu, masyarakat atau bangsa-bangsa di dunia ini.
Bahasa yang merupakan alat komunikasi digunakan baik secara lisan maupun
tertulis.
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang
mengandung maksud untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan
bicara melalui bahasa yang
diungkapkan.
Bahasa adalah alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya
alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak
yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah
disepakati bersama. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan
kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa
haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya
sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau
perlambang.
Menurut Suwarna (2002: 4) bahasa
merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara
individu maupun kolektif sosial.
Pendapat Jeans Aitchison (2008: 21) “Language
is patterned system of arbitrary sound signals, characterized by
structure dependence, creativity, displacement, duality, and cultural
transmission”, bahasa adalah sistem yang terbentuk dari isyarat suara yang
telah disepakati, yang ditandai dengan struktur yang saling tergantung,
kreatifitas, penempatan, dualitas dan penyebaran budaya.
Bahasa Inggris merupakan bahasa
International, yang berarti bahasa asing bagi masyarakat Indonesia yang harus
dikuasai oleh seluruh masyarakat yang berbangsa dalam mengembangkan pergaulan
di dunia, apalagi di tahun 2016 kita sudah memulai melaksanakan kesepakatan
antar Negara Asean, dimana ada 3 (tiga) pilar yang di bangun yaitu; a)
Perdamaian dan kesejahteraan (Peace and Prosperity), b) Masyarakat Economi
Asean (Asean Economy Community) dan social budaya (Social and Culture).
Di era globalisasi dan sekaligus diikuti
dengan perkembangan tehnologi tinggi, mengharuskan kita untuk mengikutinya,
sedangkan dalam memahami perkembangan tersebut dihadapkan pada sumber-sumber
informasi yang ditulis maupun dikomunikasikan menggunakan Bahasa Inggris.
Namun, seringkali terjadi hanya sedikit sekali informasi yang didapat saat
seseorang mendengarkan atau membaca informasi dalam bahasa Inggris bahkan ada
kesalahpahaman dalam mendapatkan informasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan para ahli di
atas, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa, bahasa Inggris merupakan
bahasa internasional yang telah dipelajari dari tingkat SD sampai perguruan
tinggi. Oleh karena itu, sebagai tenaga pengajar khususnya widyaiswara harus
mampu meningkatkan kualitas dengan mempelajari bahasa Inggris.
D. Widyaiswara
Dunia kewidyaiswaraan tidak dapat
dipisahkan dari buku bacaan, jurnal ilmiah internasional, karya tulis ilmiah
dan sebagainya. Buku-buku bacaan maupun karya tulis ilmiah tersebut berfungsi
sebagai media dan sumber pembelajaran, memperluas ilmu pengetahuan juga sebagai
sumber referensi keilmuan. Perkembangan literatur ilmu pengetahuan yang up to date sebagian besar ditulis dalam
bahasa asing terutama dalam bahasa Inggris sehingga diperlukan pemahaman yang
memadai mengenai keterampilan berbahasa.
Widyaiswara merupakan tenaga fungsional,
sesuai dengan PMA Nomor 75 tahun 2015 pada BAB I pasal 1 ayat 10, bahwa;
jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi funsi dan tugas
berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipir Negara pada BAB I pasal 1
ayat 11, bahwa; Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan
fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Selain
itu, pada ayat 12, bahwa; Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki
JF pada instansi pemerintah
Salah satu unsur utama dalam
penyelenggaraan pelatihan adalah Widyaiswara yang menjadi ujung tombak
pelatihan sesuai dengan tugasnya yakni mendidik, mengajar dan melatih
(Dikjartih) PNS serta evaluasi dan pengembangan pelatihan. Widyaiswaralah yang
langsung berinteraksi dengan peserta pelatihan melalui transfer knowledge
and experience, motivasi, fasilitasi diskusi, serta memberikan
inspirasi dalam kelas yang mereka kelola. Untuk itu, profesionalisme
Widyaiswara menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dan menjadi
perhatian utama bagi keberhasilan penyelenggaraan pelatihan.
Peran widyaiswara sangat strategis dalam
proses transformasi kualitas sumber daya aparatur. Harsono (2009) menyatakan
bahwa keberhasilan penyelenggaraan diklat ditentukan oleh kualitas widyaiswara.
Oleh karena itu, kualitas widyaiswara
harus senantiasa ditingkatkan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitas widyaiswara harus senantiasa
dilakukan karena beberapa hal: (1) Widyaiswara dituntut mampu melaksanakan
tugasnya secara profesional, (2) Widyaiswara harus mampu mengikuti perkembangan
lmu pengetahuan dan teknologi, (3) Widyaiswara harus mengikuti perkembangan
kebijakan substansi diklat, (4) Widyaiswara harus dapat mempersepsi dan
mengantisipasi perkembangan masyarakat dan permasalahan sosial, serta (5)
Widyaiswara harus mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik peserta
diklat. Salah satu unsur dari kualitas Widyaiswara adalah kompetensi
Widyaiswara.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang System
Pendidikan Nasional, Widyaiswara dikelompokkan dalam rumpun pendidik, seperti
guru, dosen, instruktur, dsb. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara No. 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara,
secara implicit disebutkan bahwa Widyaiswara adalah jabatan profesi yang
menuntut pemangku jabatan Widyaiswara untuk terus mengembangkan profesinya.
Berdasarkan pengertian widyaiswara
seperti tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa widyaiswara dapat
disebut sebagai guru, dosen, instruktur, fasilitator atau sebutan apa saja
lainnya yang sesuai dengan bidang tugas itu.
E. Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan yang
dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang
menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta
didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan
perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu
lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Pribadi (2009: 10) menjelaskan
bahwa, “Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan
terjadinya aktivitas belajar dalam individu. Pendapat lain Gegne (dalam
Pribadi, 2009: 9) menjelaskan “pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang
sengaja diciptakan debgan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.”
Sedangkan menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada BAB I pasal 1 ayat 20 mengungkapkan Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
Pembelajaran orang dewasa memiliki
karakteristik yang spesifik, terkait dengan karakteristik
perkembangannya yang berbeda dengan periode lain. Konsep pembelajaran bagi
orang dewasa sering diistilahkan dengan
Andragogi. Andragogi merupakan ilmu mengenai pembimbingan orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa.
Karakteristik andragogi berbeda dengan konsep pembelajaran
yang diperuntukkan untuk anak-anak, atau yang disebut dengan pedagogi.
Perbedaan antara andragogi dengan
pedagogi adalah bahwa adragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melangsungkan kehidupan, sedangkan pedagogi berkaitaan
dengan proses mewariskan kebudayaan dan pengetahuan generasi sebelumnya ke generasi saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
peneliti menyimpulkan bahwa, pembelajaran merupakan suatu proses interaksi
antara yang mengajar dan yang diajar dengan melibatkan media dan sumber belajar
dengan menggunakan pendekatan orang dewasa.
F.
Diklat
Pendidikan dan pelatihan merupakan
penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau
mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik
yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pendidikan dan pelatihan dirancang
untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik dan siap untuk
berkompetisi di pasar.
Pengertian lain tentang “pelatihan”
dikemukakan oleh John V. Chelsom (1997), yaitu sebagai proses pembelajaran yang
melibatkan sejumlah pencapaian, baik keterampilan, konsep, dan aturan ataupun
perilaku guna meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Sikula (dalam Martoyo,
1998:60), tujuan pelatihan adalah sebagai bentuk pengembangan sumber daya
manusia yang meliputi: (1) Productivity, (2) Quality, (3) Human
Resources Planning, (4) Morale, (5) Indirect Compensation, (6)
Health and Safety, (7) Obsolescence Preventation, dan (8) Personal
Growth. Dalam penyelenggaraan program pelatihan, setidaknya ada empat komponen
penting yang perlu diperhatikan, karena akan menentukan efektivitas pelaksanaan
pelatihan. Keempat komponen dimaksud, yakni: (1) aspek metode, (2) aspek
instruktur, (3) aspek kurikulum, dan (4) aspek fasilitas.
Menurut PMA RI No. 43 tahun 2016 tentang
Sistem informasi Manajemen Diklat pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1
ayat 2 bahwa; pendidikan dan pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah
penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka pengembangan kompetensi
pegawai sesuai persyataran jabatan masing-masing pada Kementerian Agama.
Berdasarkan PMA No. 59 Tahun 2015
tentang Struktur Organisasi Balai Diklat Keagamaan bahwa BDK Ambon mempunyai
tugas dan fungsi sebagai berikut:
1.
Tugas; Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga Administrasi dan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan di Wilayah Kerja
Kementerian Agama Provinsi Maluku.
2.
Fungsi;
a.
Perumusan
Visi, Misi dan Kebijakan Balai Diklat Keagamaan;
b.
Penyelenggaraan
Diklat Tenaga Administrasi dan Diklat Tenaga Teknis Keagamaan
c.
Pelayanan
di bidang Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan;
d.
Penyiapaan
dan Penyajian laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan Ambon;
e.
Pelaksanaan Koordinasi dan pengembangan kemitraan
dengan satuan organisasi/satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dan
Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi serta lembaga terkait lainnya.
Selain itu, menurut PMA RI nomor 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat
1, maksudnya adalah; Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat
adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka mengembangkan
kompetensi pegawai sesuai persyaratan jabatan masing-masing pada Kementerian
Agama yang dilaksanakan paling sedikit 40 (empat puluh) jam pelajaran, dengan
durasi tiap jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit.
2. Metode
Penelitian
A. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk
mendapat data dan informasi. Sedangkan menurut Sugiono, 2009: 21, mengungkapkan
bahwa metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian
dilaksanakan. Sedangkan metode yang akan dipakai pada penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Dimana peneliti akan menyampaikan data dengan
menguraikan berupa kalimat.
Menurut Bodgan dan Taylor dalam Sutrisno Hadi, 2009: 21, mengungkapkan penelitian
kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghsilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai oleh
penenlti adalah pendekatan deskriptif. Dimana pendekatan deskritif hanya
mendiskripsikan fenoma, gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi.
Menurut Widi Novianto, 2016: 10,
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat atau
karakteristik suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, pada
suatu waktu atau untuk melihat adanya hubungan tententu antara suatu gejala dan
gejala lainnya dalam masyarakat.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Peneliti akan melakukan penelitian ini
di Balai Diklat Keagamaan Ambon. Dimana tempat Peneliti bekerja sebagai
widyaiswara sehigga mudah untuk mengambil dan mendapatkan data.
2.
Waktu
Peneliti akan melakukan penelitian
sesuai dengan jadwal penyelenggaraan Diklat guru mata pelajaran Bahasa Inggris
yaitu pada bulan September 2017.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang
penting bagi kegiatan penelitian, karena pengumpulan data tersebut akan
menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian.
Sedangkan menurut Arikunto, 2002: 136,
bahwa teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara dan
dokumentasi.
1.
Observasi,
teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung pada objek kajian.
Menurut Hasan (2002: 86) Observasi ialah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan
pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisasi,
sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.
2.
Wawancara,
teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara
kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam (Hasan,
2002: 85)
3.
Dokumen,
proses mencari data yang menyangkut hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda, dan sebagainya.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pada penelitian ini adalah
peneliti itu sendiri sebagai instrumen kunci (instrument key). Menurut Asropi, 2016: 8, peneliti memiliki
kebebasan untuk memilih bentuk data apa saja yang diperlukan.
F.
Teknik Analisis
Data
Dalam penelitian ini, jenis dan sumber
data yang digunakan ialah:
1.
Data
Primer
Menurut Sumadi
Suryabrata
(2008: 82) data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
memerlukannya. Data primer di dapat dari sumber informan yaitu individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer
ini antara lain;
-
Catatan
hasil wawancara.
-
Hasil
observasi lapangan.
-
Data-data
lain yang mendukung.
2.
Data
Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang
telah ada (Hasan, 2002: 58). Data ini digunakan untuk mendukung informasi
primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian
terdahulu, buku, dan lain sebagainya.
3.
Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian
A. Temuan
Para
tenaga pengajar baik guru, instruktur dan dosen serta Widyaiswara harus mampu bisa menggunakan bahasa Inggris pada
saat proses pembelajaran baik itu dalam kelas selama pembelajaran
maupun diluar kelas, khususnya bagi widyaiswara dimana melaksanakan
pembelajaran, yaitu; Diklat, dikarenakan dalam
proses pembelajaran di sekolah, madrasah, perguruan tinggi maupun Diklat, baik
di kelas maupun luar kelas pasti ada peserta yang mampu
dan bisa berbahasa Inggris. Oleh karena itu, para tenaga
pengajar, guru, instruktur, dosen dan widyaiswara harus mampu berbahasa
Inggris. Sebenarnya, di Balai Diklat Keagamaan Ambon ada beberapa widyaiswara yang bisa bahasa Inggris dengan baik, yaitu;
berkomunikasi dan juga yang tidak bisa mampu berbahasa Inggris karena mereka kurang
kosa kata.
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kuesioner yang
telah penulis lakukan untuk mendukung penulisan ini yang relevan dengan
pendidik tentang bahasa Inggris mereka saat proses pengajaran dan pembelajaran,
kuesionernya adalah;
1.
Apakah anda mampu berbicara
bahasa inggris?
2.
seberapa jauh Anda mengerti tentang bahasa Inggris?
3.
Apakah Anda menggunakan bahasa Inggris saat
belajar-mengajar dalam pelatihan?
4.
Bila Anda membuat beberapa makalah (bahan ajar) untuk
mengajar, ada beberapa kata dalam bahasa Inggris, bagaimana Anda bisa
mengatasinya?
Proses wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan yang diteliti (para widyaiswara) dengan menggunakan angket
berupa daftar pertanyaan. Peneliti menemukan beberapa widyaiswara yang mampu
berbahasa Inggris dan belum mampu berbahasa Inggris. Oleh karena itu,
berdasarkan temuan-temuan tersebut peneliti akan membahas lebih rinci pada
pembahasan yang didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli. Oleh karena
itu, dalam proses penelitian dengan menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi diharapkan dapat membantu penulis untuk mendapatkan data dan
informasi yang akurat, sehingga dalam proses pembahasan akan menambah pemamahan
dan masukan serta pengembangan kompetensi widyaiswara dalam berbahasa Inggris.
Dengan demikian, widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan dapat berbahasa Inggris
baik secara pasif dengan selalu berusaha dan aktif dengan pendekatan-pendekatan
mempelajari referensi yang ada.
B. Pembahasan
Sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pengayom dan pengarah
khususnya bagi widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris
saat belajar mengajar. Karena, peserta diklat merupakan orang dewasa dimana
pada saat pelatihan berlangsung menggunakan pendekatan andragogi yaitu pendekatan orang dewasa yang belajar dari
pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami. Pada
kenyataannya, ada widyaiswara yang belum mampu berbahasa Inggris
dengan baik, dikarenakan widyaiswara
tersebut memeiliki kosa kata yang
kurang. Oleh karena itu, dengan temuan ini peneliti dapat
memberikan masukan agar widyaiswara dapat berbahasa Inggris.
Berdasarkan penjelasan
pada uraian di atas,
maka ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan cara wawancara
beberapa widyaiswara sebagai sumber yang telah penulis lakukan untuk mendukung penelitian ini yang relevan dengan widyaisawa tentang kemampuan berbahasa Inggris mereka, berikut
beberapa pertanyaan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara terhadap
widyaiswara, adalah;
1.
Mampukah
anda berbahasa Inggris?
2.
Bagaiaman
pemahaman anda tentang bahasa Inggris?
3.
Apakah
anda sering menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran?
4.
Ketika
anda membuat bahan ajar untuk mengajar, dalam penulisan terdapat kosa-kata
berbahasa Inggris, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya?
Berdasarkan
pertanyaan di atas, maka penulis telah melakukan wawancara dengan beberapa widyaiswara
yang diambil sebagai sampel sebagai keterwakilan dalam penelitian ini.
1.
Kemampuan
Kemampuan (ability) berarti
kapasitas seorang individu untuk
melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Lebih lanjut, Stephen P. Robbins &
Timonthy A. Judge (2009: 57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang
individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu:
a.
Kemampuan
Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan
masalah).
b.
Kemampuan
Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia,
kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup,
melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan
adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu
apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.
Menurut Chaplin ability (kemampuan,
kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan)
untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa
merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau
praktek.
Pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat
adalah menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki
kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi
potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran yang
mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki.
Kemampuan juga bisa disebut dengan
kompetensi. Kata kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang
berarti ability, power, authority, skill, knowledge, dan
kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi kata kompetensi dari kata competent
yang berarti memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidangnya sehingga
ia mempunyai kewenangan atau atoritas untuk melakukan sesuatu dalam batas
ilmunya tersebut.
Dari pengertian-pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang
individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.
G. Kemapuan Berbahasa Inggris
Bahasa adalah sistem dari komunikasi,
dimana kata-kata dan berbagai bentuk
kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan (Parke, 1999).
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka
segala yang berkaitan dengan komunikasi
tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain,
tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang
tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur (Setiawan, 2007).
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi,
mengemukakan perasaaan atau pikiran
yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat dan atau bahasa tubuh. Setiap
bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajajk berkomunikasi mengerti
apa yang dikemukan oleh sumber
komunikasi. Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak (Morgan, 1981).
Banyak ahli bahasa yang telah memberikan
uraiannya tentang pengetahuan
bahasa. Bloch dan Trager (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang
dipergunakan oleh suatu kelompok
sosial sebagai alat untuk berkomunikasi. Kemudian menurut Josep Broam (dalam
Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang
dipergunakan oleh para anggota suatu
kelompok sebagai alat bergaul satu sama lain. Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh sekumpulan aturan
tertentu, semacam mesin untuk memproduksi
makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa
menyediakan pembendaharaan kata atau tanda
(vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan
sintaks) yang harus dipatuhi jika
hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna.
Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu
secara tepat dan runtut sehingga pesan yang
disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain (Sears, 2004).
Lebih lanjut, Parke, 1999 membagai
bahasa dalam empat komponen, yakni:
a.
Fonologi:
sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem
adalah bagian dari sistem fonetik bahasa.
Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti.
b.
Semantik:
mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa (anak
kalimat) dan kalimat.
c.
Tata
Bahasa (Grammar): struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan
sintaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti
seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan
bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan
kalimat.
d.
Pragmatik:
aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang
individu miliki tentang peraturan-perauran yang mendasari penggunaan bahasa.
Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga
berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga
dapat dimengerti orang lain.
Bahasa Inggris adalah alat untuk
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menurut Kementerian Pendidikan
Nasional adalah, setiap anak Indonesia harus mampu mengumkapkan informasi
fikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya
dengan menggunakan bahasa Inggris.
Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan kemampuan berbahasa Inggris adalah kemampuan seorang atau individu untuk
menyusun dan membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi
suatu ucapan atau suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh
dirinya sendiri dan orang lain, sehingga mereka mampu berkomunikasi dengan
bahasa Inggris. Dimana individu dapat mengerti ucapan dan bahasa yang
disampaikan orang lain dan mampu menunjukkan dan mengucapkan bahasa tersebut
kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa, bahasa merupakan alat komunikasi
yang dimiliki oleh setiap orang baik secara bahasa verbal maupun isyarat. Oleh karena itu, setiap individu harus mampu berkomunikasi
dengan baik, apa lagi bahasa Inggris yang merupakan bahasa pengantar dunia. Artinya
setiap orang pasti memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa Inggris untuk
berkomunikasi dengan orang lain, terutama bagi widyaiswara di Balai
Diklatagamaan Ambon.
Untuk melengkapi penelitian ini,
peneliti melakukan wawancara dengan beberapa widyaiswara sebagai keterwakilan
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan, dengan jawaban yang disampaikan juga
sangat variatif.
Berikut pertanyaan-pertanyaan yang
dilakukan oleh peneliti;
1.
Mampukah
anda berbahasa Inggris?
2.
Bagaiaman
pemahaman anda tentang bahasa Inggris?
3.
Apakah
anda sering menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran?
4.
Ketika
anda membuat bahan ajar untuk mengajar, dalam penulisan terdapat kosa-kata
berbahasa Inggris, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya?
Berdasarkan
pertanyaan tersebut di atas, maka penulis mendapat jawaban-jawaban sebagai
berikut;
Menurut
Pa Edo:
beliau mampu berbahasa Inggris, akan tetapi dalam tenses (bentuk-bentuk waktu)
belum bisa menempatkannya. Selain itu juga, beliau
mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris, akan tetapi situasinya dan tidak ada teman
untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan terkadang dia mencoba memahami
arti beberapa kata yang dia tidak mengerti, tidak hanya Itu tapi juga, dia coba
buka kamus.
Oleh karena itu, untuk mendukung
pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan
teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Tenses atau yang biasa
disebut dengan bentuk waktu kalimat dalam bahasa Inggris
adalah sebuah pola dari setiap kalimat dalam bahasa
Inggris, sehingga kita akan mengetahui kapan suatu keadaan atau
perbuatan terjadi atau dilakukan oleh subject
kalimat yang bersangkutan walaupun kalimat tersebut
tidak diberi keterangan waktu. Dalam Bahasa Inggris,
terdapat 16 (enam belas) bentuk tense sesuai dengan penggunaaannya.
Dari 16 (enam belas) tense tersebut, masing masing dikelompokkan
kedalam 4 (empat) kelompok besar (Supono,
Cahya,
2004).
Tenses
adalah suatu bentuk dari kata kerja (verb)
yang menunjukkan waktu suatu tindakandalam kalimat bahasa inggris misalnya
waktu lampau (past), sekarang (present), akan dating (future). Berdasarkan pembagian waktu
tersebut, dibentukalah tiga kelompok tenses utamayang masing-masing dirinci
lagi untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang lebih spesifik.
Jawaban yang berbeda disampaikan oleh Pa
Met, bahwa
beliau
tidak mampu berbahasa Inggris, karena kurangnya memiliki kosakata, sehingga
sangat pasif dalam berbahasa Inggris.
Menurut
Pa Met, memang bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, akan tetapi
setiap orang, yaitu widyaiswara mempunyai kekurangan dalam berkomunikasi, yaitu
komunikasi dalam berbahasa Inggris.
Oleh karena itu, untuk mendukung
pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan
teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Dalam
belajar bahasa inggris, hal yang tidak boleh kita abaikan adalah kosakata.
Menguasai kosakata adalah hal yang sangat dasar, akan terlihat aneh jika kita
menguasai materi-materi bahasa inggris seperti Tenses tapi tidak menguasai
kosakata bahasa inggris, bayangkan saja bagaimana kita akan berkomunikasi,
apakah kita akan berbicara hanya dengan rumus-rumus saja. Jadi karena itulah
mempelajari serta menguasai kosakata sangat-sangatlah penting, semakin banyak
menguasai Vocabulary maka semakin baik.
Vocabulary sangatlah
banyak jumlahnya, jika kita harus mempelajari atau menghafal tiap kosakata maka
akan menjadi kesulitan tersendiri, namun bukan berarti mustahil untuk
dipelajari.
Kosakata (vocabulary) adalah himpunan kata yang dimiliki
oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu.
Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang
dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan
digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru.
Berikut
ini pendapat beberapa ahli mengenai makna dari kosakata: Menurut Kridalaksana dalam Tarigan
(1994: 446): Kosakata adalah (1) komponen bahasa
yang memuat secara informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; (2)
kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis atau suatu bahasa; dan
(3) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan penjelasan yang
singkat dan praktis.
Sedangkan menurut Pa Sani, bahwa
beliau
mampu berbahasa Inggris, tetapi dalam berkomunisasi sedikit kaku karena
kosakata juga sangat kurang. Oleh karena itu, beliau sering membuka kamus untuk
mencari kosakata.
Pandangan
Pa Sani, kemampuan berbahasa Inggris merupakan modal dasar yang dimiliki oleh
seseorang, apalagi sebagai tenaga pengajar dalam hal ini sebagai widyaiswara
dimana berhadapan langsung dengan orang-orang dewasa yang telah memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi. Lanjut, ketika Balai Diklat menyelenggarakan
Diklat guru mata pelajaran bahasa Inggris, para widyaiswara lebih khusus diri
sendiri merasa tertantang, sehingga berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi,
kosakata yang menim inilah yang membuat komunisasi dalam berhasa Inggris sangat
terbatas.
Oleh karena itu, untuk mendukung
pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan
teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Kosakata mempunyai pengertian sebagai
berikut: (1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam bahasa, (2) semua kata yang ada dalam suatu bahasa, (3)
semua bahasa yang dimiliki oleh seorang penutur, (4) semua kata yang biasa
digunakan oleh sekelompok orang dalam lingkungan yang sama, (5) semua kata yang
biasa digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan, (6) daftar kata yang disusun
seperti kamus, tetapi disertai dengan penjelasan singkat.
Vocabulary (kosa kata) adalah sejumlah
kata dalam bahasa dan kata-kata tersebut digunakan sebagai mesian dari bahasa
untuk mengekspresikan suatu fikiran. Vocabulary (kosa kata) adalah dasar bahasa
tidak ada bahasa tanpa vocabulary (kosa kata). Sebelum menguasai empat
kemampuan, yaitu; mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Vocabulary (kosa kata) adalah salah satu
komponen bahasa Inggris yang memiliki peran penting dalam memahami bacaan dan
mengungkapkan semua ide dalam bentuk tulisan maupun pengucapan.
Menurut Saleh (2000: 29) kosakata adalah
kata atau kelompok kata yang memiliki makna tertentu serta keseluruhan kata
yang digunakan oleh seseorang dalam kegiatan komunikasi.
Sadangkan menurut ibu Hasnawati, bahwa
beliau
mampu berbahasa Inggris tetapi sedikit. Apabila dalam pengucapan terdapat
kesalasan, maka beliau berusaha untuk mencarinya di kamus, selain itu ketika
menulis atau membuat tulisan terdapat kata atau kalimat yang berbahasa Inggris,
maka beliau berusaha mencari di kamus dan di internet.
Oleh karena itu, untuk mendukung
pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan
teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan yang biasanya
disusun menurut abjad berikut keterangan maknanya, pemakaiannya dan
terjemahannya. Kamus juga dapat digunakan sebagai buku rujukan yang menerangkan
makna kata – kata yang berfungsi untuk membantu seseorang mengenal perkataan
baru.
Kata
kamus diserap dari bahasa Arab qamus, dengan bentuk jamaknya qawamis. Kata Arab
itu sendiri berasal dari kata Yunani okeanos yang berarti lautan. Sejarah kata
itu jelas memperlihatkan mana dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu
wadah pengetahuan,khusunya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan
luasnya.dalam pengertian lain, Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan
ungkapan, biasanya disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan
pemakainya (Kamus Besar BahasaIndonesia). Kamus disusun sesuai dengan abjad
dari A-Z dengan tujuan untukmemudahkan pengguna kamus dalam mencari istilah
yang diinginkannya dengan cepat danmudah. Kmaus memiliki kegunaan untuk
memudahkan penggunanya dalam mencari istilah-istilah yang belum dipahami
maknanya.
Pengguna
kamus elektronis atau kamus digital dalam aplikasi pemrosesan teks merupakan
hal yang tidak dapat dihindarkan. Kamus merupakan basis pemeriksaan, basis
pengetahuan, bahkan sebagai basis penyelidikan (Rinarizky, 2007).
Selain penjelasan tentang pengertian
kamus di atas, maka untuk mendukung penjelasan yang yain tentang internet, maka
penulis menjelaskan pula pengertian internet, maka peneliti myertakan teori dan
pendapat para ahli.
.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan dan
pendapat widyaiswara di atas, maka penulis mendapatkan pendapat lain dari
disampaikan oleh widyaiswara yang lain.
Pa Ali menjawab bawha,
beliau
tidak mampu berbahasa Inggris dan sering membuka kamus apabila terdapat
kata-kata maupun kalimat yang beliau tidak mengetahui artinya. Oleh karena itu,
lanjut beliau untuk bagaimana kita mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris,
maka kita harus memiliki kosakata yang cukup. Olehnya itu, sebagai widyaiswara
harus mampu berbahasa Inggris, baik bersifat aktif maupun pasif.
Orang-orang
akan melakukan percakapan untuk melatih fungsi bicaranya sekaligus melatih diri
dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi
dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode
stagnasi, dimana orang-orang tersebut dihadapkan pada kesulitan dalam
penguasaan bahasanya dan kemajuan sangat lambat sekali.
Menurut Leonard Bloomfield (dalam
Hidayat, 2004) menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam bukunya yang
berjudul Language. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) mengatakan
bahwa kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan),
dimana manusia itu dibesarkan. Seperti kertas kosong, alam mengisi dan
membentuk kemampuan manusia. Konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabula
rasa. Teori ini tidak bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep
linguistik generative dari Noam Chomsky.
Hipotesis Noam Chomsky (dalam Hidayat,
2004) mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh
empirisme) yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal
dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia,
sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam
pada diri manusia). Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang
bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus
Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa
pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia
(Hidayat, 2004).
Chomsky (dalam Hidayat, 2004) menyatakan
bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting)
alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini
sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa
seorang anak.
Seorang anak dapat menguasai bahasa
ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense
of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam
tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh
Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil
pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua (Hidayat, 2004).
Selain itu, pendapat yang disampaikan
oleh widyaiswara Pa Juma, bahwa:
beliau
tidak mampu berbahasa Inggris, akan tetapi sedikit memahami makna dan maksud
yang disampaikan oleh orang lai, akan tetapi sulit untuk membalasnya. Olehnya
itu, menurut beliau sebagai widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris dengan
selalu memiliki kamus bahasa Inggris. Permasalah yang sama bahwa ketika beliau
sangat kurang memiliki kosakata kata dalam bahasa Inggris.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh
Mr. Herman,
menurut
Mr.Herman bahwa beliau mampu berbahasa Inggris tetapi sedikit-sedikit saja,
karena kemampuan kosakata yang beliau meiliki sangat sedikit, apabila beliau
mendapat kesulitan, maka beliau berusaha untuk mencari di kamus dan di google.
Lebih
lanjut menurut Mr.Herman, bahwa penulusuran atau pencarian di google lebih
cepat tapi harus conect dengan internet. Google, semuanya bisa didapat dan
diakses dengan cepat apabila setiap orang itu harus mampu mengoperasikannya.
Google adalah sebuah mesin pencari
terbesar dan terbaik pada saat ini. Google merupakan
sebuah perusahaan besar amerika yang menyediakan produk dan jasa seputar
internet.
Google didirikan pada tahun 1998
tepatnya pada tanggal 4 september 1998, Google didirikan oleh mahasiswa asal
Universitas Stamford Amerika. Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin,
mereka berdua saling bersahabat. mereka berdua mempunyai saham di perusahaan Google
sebanyak 17%.
Layanan
google drive sudah ada sejak tanggal 24 April 2012 dan semakin berkembang
hingga saat ini serta memungkinkan pengguna untuk mengetik data, membuat slide
presentasi, mengedit gambar dan lain sebagainya. Google drive yang digunakan saat
ini adalah ganti dari fitur terdahulu yakni google docs, oleh sebab itu URL
yang tadinya digunakan untuk mengakses google docs akan dialihkan secara
langsung pada menu atau fitur google drive.
Berdasarkan alasan dan pendapat dari responden yang penulis temukan saat
mewawancarai widyaiswra dengan kuesioner. Maka, penulis dapat menyimpulkan, bahwa beberapa widyaiswara belum mampu berbahasa Inggris, yaitu bersifat aktif dan pasif pada saat
proses belajar mengajar baik itu pada diklat guru
mata pelajaran bahasa Inggris maupun Diklat yang lainnya, dikarenakan dengan terbatasnya
kosakata bahasa Inggris yang mereka miliki.
Sementara itu, peraturan yang dikeluarkan oleh
lembaga Pembina LAN RI menyarankan agar para widyaiswara harus mampu bahasa Inggris.
Berdasarkan hasil wawancara yang
ditemukan oleh peneliti dan hasil olahan dalam bentuk pembahasan, maka peneliti
dapat mengasumsikan bahwa terdapat widyaiswara masih menganggap bahasa Inggris
sebagai bahasa yang sangat sulit untuk dipelajari, dengan alas an bahwa cara
penulisan berbeda, cara membaca beda dan juga arti dan maksudnya juga berbeda.
Sehingga diperlukan waktu khusus untuk belajar.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan
tentang begitu pentingnya kemampuan berbahasa Inggris di atas, penulis menyarankan beberapa poin kepada widyaiwara untuk mampu menggunakan bahasa Inggris;
a.
Jangan ragu saat berbicara
dalam bahasa Inggris,
b.
Sampaikan apa adanya,
sederhana dan percaya diri,
c.
Lupakan kesalahan jika saat berbicara. usahakan menghindari kesalahan;
agak mengabaikan jika Anda berkomitmen
d.
Ingat bahwa Anda berada dalam tahap alpha,
jadi wajar jika Anda menghadapi masalah pengucapan, masalah kosa kata dan
masalah dalam menyusun kalimat,
e.
Membaca tidak akan meningkatkan kemampuan
berbicara Anda tapi kosa kata Anda,
f.
Ada situs kamus pengucapan pranikah online
yang memberikan pengucapan audio kata-kata,
g.
Jika Anda menggunakan handphone ada perangkat lunak
pengucapan yang akan membantu Anda,
h.
Sekarang hal lain cukup kosa kata.
Diasumsikan bahwa untuk berbicara bahasa Inggris dengan lancar kita hanya
memerlukan dua sampai tiga ribu kata.
2.
Widyaiswara
Widyaiswara merupakan tenaga fungsional,
sesuai dengan PMA Nomor 75 tahun 2015 pada BAB I pasal 1 ayat 10, bahwa;
jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi funsi dan tugas
berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipir Negara pada BAB I pasal 1
ayat 11, bahwa; Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan
fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Selain
itu, pada ayat 12, bahwa; Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki
JF pada instansi pemerintah
Salah satu unsur utama dalam
penyelenggaraan pelatihan adalah Widyaiswara yang menjadi ujung tombak
pelatihan sesuai dengan tugasnya yakni mendidik, mengajar dan melatih
(Dikjartih) PNS serta evaluasi dan pengembangan pelatihan. Widyaiswaralah yang
langsung berinteraksi dengan peserta pelatihan melalui transfer knowledge
and experience, motivasi, fasilitasi diskusi, serta memberikan
inspirasi dalam kelas yang mereka kelola. Untuk itu, profesionalisme
Widyaiswara menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dan menjadi
perhatian utama bagi keberhasilan penyelenggaraan pelatihan.
Peran widyaiswara sangat strategis dalam
proses transformasi kualitas sumber daya aparatur. Harsono (2009) menyatakan
bahwa keberhasilan penyelenggaraan diklat ditentukan oleh kualitas widyaiswara.
Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat
yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar,
dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan
pelatihan (diklat) pemerintah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang System
Pendidikan Nasional, Widyaiswara dikelompokkan dalam rumpun pendidik, seperti
guru, dosen, instruktur, dsb. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara No. 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara,
secara implicit disebutkan bahwa Widyaiswara adalah jabatan profesi yang
menuntut pemangku jabatan Widyaiswara untuk terus mengembangkan profesinya.
Widyaiswara
dicalonkan secara internal dan diangkat oleh pejabat yang berwenang dengan
penempatan dalam lingkungan instansi dari pejabat yang mengangkat melalui surat
rekomendasi yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara setelah calon
widyaiswara dinyatakan lulus syarat administrasi dan uji/evaluasi kompetensi
melalui paparan spesialisasi mata diklat.
Menurut peraturan yang dikeluarkan
Lembaga Administrasi Negara (LAN) Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas,
tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih Pegawai
Negeri Sipil pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa ada empat tingkatan widyaiswara, yakni : Widyaiswara
Pertama (untuk PNS golongan III/a dan III/b); Widyaiswara Muda (untuk PNS
golongan III/c dan III/d); Widyaiswara Madya (untuk PNS golongan IV/a, IV/b dan
IV/c); serta Widyaiswara Utama (untuk PNS golongan IV/d dan IV/e).
Berdasarkan pengertian widyaiswara
seperti tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa widyaiswara dapat
disebut sebagai guru, dosen, instruktur, fasilitator atau sebutan apa saja
lainnya yang sesuai dengan bidang tugas itu.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan yang
dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang
menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta
didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan
perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu
lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Pribadi (2009: 10) menjelaskan
bahwa, “Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan
terjadinya aktivitas belajar dalam individu. Pendapat lain Gegne (dalam
Pribadi, 2009: 9) menjelaskan “pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang
sengaja diciptakan debgan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.”
Sedangkan menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada BAB I pasal 1 ayat 20 mengungkapkan Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
Pembelajaran orang dewasa memiliki
karakteristik yang spesifik, terkait dengan karakteristik
perkembangannya yang berbeda dengan periode lain. Konsep pembelajaran bagi
orang dewasa sering diistilahkan dengan
Andragogi. Andragogi merupakan ilmu mengenai pembimbingan orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa.
Karakteristik andragogi berbeda dengan konsep pembelajaran
yang diperuntukkan untuk anak-anak, atau yang disebut dengan pedagogi.
Perbedaan antara andragogi dengan
pedagogi adalah bahwa adragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melangsungkan kehidupan, sedangkan pedagogi berkaitaan
dengan proses mewariskan kebudayaan dan pengetahuan generasi sebelumnya ke generasi saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
peneliti menyimpulkan bahwa, pembelajaran merupakan suatu proses interaksi
antara yang mengajar dan yang diajar dengan melibatkan media dan sumber belajar
dengan menggunakan pendekatan orang dewasa.
4. Diklat
Pendidikan dan pelatihan merupakan
penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau
mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik
yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pendidikan dan pelatihan dirancang
untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik dan siap untuk
berkompetisi di pasar.
Wasti Sumarno (1990:75) mengatakan bahwa
pendidikan merupakan proses belajar yang menghasilkan pengalaman yang
memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah. Sedangkan
pelatihan adalah keseluruhan proses, teknik, dan metode belajar-mengajar dalam
rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu R.A. Plant dan
R.J. Ryan (1994) menyatakan bahwa pelatihan (training) mencakup
pengembangan berbagai informasi kepada individu atau kelompok sehingga mereka
mendapatkan berbagai informasi baru.
Mengenai manajemen tenaga ke-Diklat-an
dalam kajian administrasi pendidikan dikatakan bahwa manajemen pendidikan
merupakan ilmu yang mengkaji tentang bagaimana mengelola sumber daya yang ada
dalam upaya mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Paradigma manajemen
pendidikan bisa dilihat dari tinjauan makro, messo, dan mikro dengan bidang
kegiatan yang khas, sesuai dengan karakteristik organisasi pendidikan. Dalam
hal ini, Engkoswara (2002:9) mengklasifikasi tiga jangkauan manajemen
pendidikan. Secara makro mengkaji keterkaitan yang utuh antara rona
kecenderungan kehidupan dengan kemampuan kualitas kemandirian manusia Indonesia
dan rambu-rambu pembekalan dalam suatu sistem pendidikan. Secara messo merujuk
pada manajemen pendidikan kelembagaaan atau satuansatuan pendidikan keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Manajemen pendidikan secara mikro adalah manajemen
proses pendidikan unit kecil dalam waktu yang relatif singkat.
Adapun kebijakan manajemen reformasi
sumber daya ke-Diklat-an, sebagaimana yang dijadikan fokus penelitian ini,
dapat diposisikan dalam konstelasi manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) yang
merupakan salah satu area kajian administrasi pendidikan (Caiden &
Siedentopof, 1982).
Menurut PMA RI No. 43 tahun 2016 tentang
Sistem informasi Manajemen Diklat pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1
ayat 2 bahwa; pendidikan dan pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah
penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka pengembangan kompetensi
pegawai sesuai persyataran jabatan masing-masing pada Kementerian Agama.
Pendidikan Pelatihan merupakan lembaga
untuk melaksanakan sistem pembinaan aparatur yang membentuk pegawai agar
berintegritas, profesional, inovatif, bertanggung jawab dan keteladanan
terhadap tugas dan kewajiban.
Berdasarkan PMA No. 59 Tahun 2015
tentang Struktur Organisasi Balai Diklat Keagamaan bahwa BDK Ambon mempunyai
tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Tugas; Melaksanakan
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan
di Wilayah Kerja Kementerian Agama Provinsi Maluku.
b. Fungsi;
1.
Perumusan
Visi, Misi dan Kebijakan Balai Diklat Keagamaan;
2.
Penyelenggaraan
Diklat Tenaga Administrasi dan Diklat Tenaga Teknis Keagamaan
3.
Pelayanan
di bidang Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan;
4.
Penyiapaan
dan Penyajian laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan Ambon;
5.
Pelaksanaan
Koordinasi dan pengembangan kemitraan dengan satuan organisasi/satuan kerja di
lingkungan Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi serta
lembaga terkait lainnya.
Berdasarkan penjelasan pada PMA
tersebut, maka Diklat mempunyai tugas dan fungsi adalah melaksanakan penyiapan
dan pelaksanaan program, Kegiatan Akademik, Kepesertaan dan Sarana Diklat
Struktural, Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis
Administrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Diklat yang akan dilakukan harus
sesuai dngan standar dan mutu pengembagan diklat agar bergengsi dalam dunia
Pendidikan dan Pelatihan.
Selain itu, menurut PMA RI nomor 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat
1, maksudnya adalah; Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat
adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka mengembangkan
kompetensi pegawai sesuai persyaratan jabatan masing-masing pada Kementerian
Agama yang dilaksanakan paling sedikit 40 (empat puluh) jam pelajaran, dengan
durasi tiap jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka
segala yang berkaitan dengan komunikasi
tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain,
tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang
tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur.
Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu
secara tepat dan runtut sehingga pesan yang
disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain.
Bahasa Inggris adalah alat untuk
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menurut Kementerian Pendidikan
Nasional adalah, setiap anak Indonesia harus mampu mengumkapkan informasi
fikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dengan
menggunakan bahasa Inggris
B. Saran
Berdasarkan penjelasan pada kesimpulan
di atas, maka penulis menyarankan;
1.
Para tenaga pengajar, instruktur, guru, dosen dan
widyaiwara harus mampu berbahasa Inggris dalam berkomunikasi, baik itu pasif
maupun aktif, sehingga pembelajaran bisa interaktif.
2.
Diharapkan Lembaga dapat menyiapkan sarana dan
sarana pembelajaran bahasa, agar para peserta dan tenaga pengajar, instruktur,
guru, dosen dan widyaiwara dapat melatih dan mengembang diri dalam pembelajaran
bahasa.
Daftar Pustaka
Asropi, 2016. Analisis Penelitian. Modul
Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Menengah. Pusat Pembinaan Widyaiswara
Lembaga Administrani Negara Republik Indonesia.
Basri, H dan
Rusdiana H.A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Cet 1. Bandung:
Pustaka Setia
Collingwood, R. G.;
et al, 1936. "The English Settlements. The Sources for the period: Angles,
Saxons, and Jutes on the Continent". Roman Britain and English
Settlements. Oxford, England: Clarendon.
ISBN 0-8196-1160-3.
Crystal, D.,
2000. The Cambridge Encyclopedia of Language 3rd (Third) edition.
Cambridge University Press.
Dan Su, 1995. A study of English Learning Strategies and
Styles of Chinese University Students in Relation to Their Cultural Beliefs and
Beliefs about Learning English. A Dissertation submitted to the Graduate
Faculty of the University of Georgia in Partial Fulfillment of the Requirements
for the Degree Doctor of Education. Athens, Georgia.
English –
Definition and More from the Free Merriam-Webster Dictionary".
Merriam-webster.com. 25 April 2007.
Harsono, 2009. Widyaiswara.
bakpiajogja.blogspot.com/2009/02/widyaiswara.html
Hasan, 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Jeans Aitchison, 2008. The Seeds of Speech: Language Origin and Evolution.
New Baldick, Chris. Oxford: Dictionary of Literary Terms. New York: Oxford.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta.
Kementerian Agama, 2012. Standar
Kediklatan Teknis dan Sistem Penjaminan Mutu Diklat Teknis. Badan Litbang
dan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Michael Quninn Patton, 1980. Qualitative Evaluation
Methodes, (Sage Publications, Baverly Hills).
Peraturan
Menteri Agama (Teknis 2012) Nomor 59 Tahun 2015
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Keagamaan.
Peraturan
Menteri Agama RI Nomor 43 tahun 2016 tentang Sistem informasi Manajemen Diklat
pada Kementerian Agama.
Peraturan
Menteri Agama RI Nomor 75 tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama.
Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil.
Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi
Widyaiswara.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 tahun 2010 Tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Pribadi, Benny, 2009. Model
Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
Pringgawidagda,
Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Bandung: Adicita.
Rosita, 2015. Pemahaman Perilaku dan
Strategi Pembelajaran bagi Orang Dewasa. Jurnal
Andragogi. Pusdiklat Teknis.
No comments:
Post a Comment