Friday, August 17, 2018

KEMAMPUAN BERBAHASA INGGRIS WIDYAISWARA DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN AMBON

HANAFI PELU 
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berbahasa Inggris Widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Ambon. Penelitian ini dilakukan pada saat Diklat Guru Mata Pelajaran bahasa Inggris, dimana para tenaga pengajar adalah Widyaiswara Balai Diklat Agama Ambon. Selain itu, masalah pada penelitian ini adalah mampukah Widyaiswara berbahasa Inggris pada saat Diklat Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris, sedangkan tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan Widyaiswara berbahasa Inggris, sedangkan metode yang digunakan pada penenlitian ini adalah metode penelitian kelitatif deskriptif. Hasil pada penenlitian ini menunjukan bahwa Widyaiswara yang mengajar pada Diklat guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris belum mampu berbahasa Inggris dengan baik.
Katakunci: kemampuan, bahasa Inggris, Widyaiswara.
Abstract
The goal of this research is, to know the abilities of educators in Balai Diklat Keagamaan Ambon in English. This research is handling while English teachers training, whereas the educators are from Balai Diklat Keagamaan Ambon, on the other hand, the problem of this research is “Are educators had an abilities in English?” and the purposes of this research is, to knowing the educators ability in English. Thus, the reseach method is qualitative descriptive. The result of this resecrh show, which educators they teach in English training do not had an ability in English.
Keywords: Ability, English, Educators.

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Pendidikan tidak boleh terjebak pada teoriteori ekonomi neoklasik, suatu teori yang menempatkan manusia sebagai alat-alat produksi, dimana penguasaan iptek bertujuan menopang kekuasaan dan kepentingan kapitalitas. Pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai lembaga pendidikan yang merupakan organisasi publik, Balai Diklat Keagamaan Ambon dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, diperlukan adanya perubahan sumber daya yang dimiliki berupa perbaikan perangkat pelayanan dan memaksimalkan peran pelayanan yang ada dengan didukung oleh kualitas pelayanan. Langkah yang perlu ditempuh oleh untuk meningkatkan pelayanan tersebut adalah mengoptimalkan kemampuan sumber daya manusianya serta peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran pelayanan pendidikan. Berkenaan dengan itu, maka layanan terhadap peserta diklat harus ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Pada dasarnya, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, ligkungan pendidikan, dan kurikulum.
Berkaitan dengan mutu guru, Balai Diklat (Balai Pendidikan dan Pelatihan Guru dan Pegawai) sebagai unit pelaksana teknis yang secara struktural berada di bawah Badan Litbang dan Diklat, dengan widyaiswara sebagai ujung tombaknya, mempunyai peran yang strategis dalam meningkatkan mutu sumber daya penyelenggaraan pendidikan (guru, pengawas, kepala Madrasah). Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI memberdayakan widyaiswara Balai Diklat merupakan langkah yang tepat sebagai lembaga yang diberi tugas melaksanakan penataran dan pengembangan teknis pendidikan juga mempunyai peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan profesionalisme Widyaiswara, Peraturan Menteri yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengamanatkan pentingnya mengembangkan kompetensi Widyaiswara sesuai jenjang masing-masing. Dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme Widyaiswara serta dinamika lingkungan strategis yang sedemikian dinamis, maka diperlukan perbaikan terhadap Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kewidyaiswaraan Berjenjang agar sesuai dengan tuntutan kompetensi dan perkembangan situasi terkini.
Untuk meningkatkan profesionalisme, Widyaiswara yang akan naik jenjang jabatan, selain mengikuti dan lulus Pelatihan Kewidyaiswaraan Berjenjang, harus lulus Uji Kompetensi sesuai dengan jenjang yang akan didudukinya.
Widyaiswara sebagai tenaga yang professional dalam melaksanakan proses pembelajaran, akan tetapi widyaiswara belum mampu berbahasa Inggris apa lagi pada diklat guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, ternyata menunjukan widyaiswara belum mampu berbahasa Inggris, dengan permasalahan tersebut sehingga membuat peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah; Bagaimana kemampuan bahasa Inggris widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Ambon?
C.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah; untuk mengetahui kemampuan bahasa Inggris widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Ambon.
D.  Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Widyaiswara sebagai tenaga pengajar di Balai Diklat Keagamaan Ambon mampu berbahasa Inggris baik itu pada diklat guru mata pelajaran bahasa Inggris maupun pada diklat mata pelajaran lainnya.
2.      Manfaat Praktis
Balai diklat Keagamaan Ambon diharapakan menyediakan fasilitas dan sarana untuk pembelajaran bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, sehingga widyaiswara dan seluruh pegawai Balai Diklat Keagamaan Ambon mampu berbahasa Inggris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, METODE PENELITIAN, TEMUAN DAN PEMBAHASAN
1. Tinjauan Pustaka
A.  Penelitian Sebelumnya
1.    Dr. Sutiyono melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Berbahasa Inggris Mahasiswa Seni Tari Semester IV Melalui Kegiatan Belajar Mengajar Berbahasa Inggris Pada Mata Kuliah Kajian dan Pengembangan Kurikulum Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2010. Dengan hasil hasil ditemukannya adalah; Optimalisasi hasil belajar dapat ditingkatkan melalui banyaknya latihan-latihan dan praktek, baik secara individual maupun kelompok. Oleh karena itu, upaya peningkatan kemampuan berbahasa inggris mahasiswa dapat dilakukan dengan memperbanyak latihan-latihan dan praktek berinteraksi dengan bahasa inggris, pada kegiatan belajar mengajar di kelas.
2.    Dr. Dian rizki utami pengembangan media mobile learning pada mata kuliah listening di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas PGRI Adi Buana Surabaya tahun 2015. Dengan hasil membuktikan bahwa media mobile learning yang dikembangkan efektif digunakan dalam kegiatan perkuliahan pada mata kuliah listening di program studi pendidikan bahasa inggris Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
B.  Pengertian Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 909).
Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek.
Adapula pendapat lain menurut Sriyatno, 2008: 15, adalah menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut.
Kemampuan juga bisa disebut dengan kompetensi. Kata kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang berarti ability, power, authority, skill, knowledge, dan kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi, kata kompetensi dari kata competent yang berarti memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidangnya sehingga mereka mempunyai kewenangan atau atoritas untuk melakukan sesuatu dalam batas ilmunya tersebut.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan dengan kompetensi yang dimilikinya.
C.  Pengertian Kemapuan Berbahasa Inggris
Bahasa merupakan unsur penting bagi tiap individu yang hidup di atas bumi. Tanpa adanya bahasa, tidaklah terdapat suatu komunikasi di antara individu, masyarakat atau bangsa-bangsa di dunia ini. Bahasa yang merupakan alat komunikasi digunakan baik secara lisan maupun tertulis.
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Menurut Suwarna (2002: 4) bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif sosial.
Pendapat Jeans Aitchison (2008: 21) “Language is patterned system of arbitrary sound signals, characterized by structure dependence, creativity, displacement, duality, and cultural transmission”, bahasa adalah sistem yang terbentuk dari isyarat suara yang telah disepakati, yang ditandai dengan struktur yang saling tergantung, kreatifitas, penempatan, dualitas dan penyebaran budaya.
Bahasa Inggris merupakan bahasa International, yang berarti bahasa asing bagi masyarakat Indonesia yang harus dikuasai oleh seluruh masyarakat yang berbangsa dalam mengembangkan pergaulan di dunia, apalagi di tahun 2016 kita sudah memulai melaksanakan kesepakatan antar Negara Asean, dimana ada 3 (tiga) pilar yang di bangun yaitu; a) Perdamaian dan kesejahteraan (Peace and Prosperity), b) Masyarakat Economi Asean (Asean Economy Community) dan social budaya (Social and Culture).
Di era globalisasi dan sekaligus diikuti dengan perkembangan tehnologi tinggi, mengharuskan kita untuk mengikutinya, sedangkan dalam memahami perkembangan tersebut dihadapkan pada sumber-sumber informasi yang ditulis maupun dikomunikasikan menggunakan Bahasa Inggris. Namun, seringkali terjadi hanya sedikit sekali informasi yang didapat saat seseorang mendengarkan atau membaca informasi dalam bahasa Inggris bahkan ada kesalahpahaman dalam mendapatkan informasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa, bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang telah dipelajari dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, sebagai tenaga pengajar khususnya widyaiswara harus mampu meningkatkan kualitas dengan mempelajari bahasa Inggris.
D.  Widyaiswara
Dunia kewidyaiswaraan tidak dapat dipisahkan dari buku bacaan, jurnal ilmiah internasional, karya tulis ilmiah dan sebagainya. Buku-buku bacaan maupun karya tulis ilmiah tersebut berfungsi sebagai media dan sumber pembelajaran, memperluas ilmu pengetahuan juga sebagai sumber referensi keilmuan. Perkembangan literatur ilmu pengetahuan yang up to date sebagian besar ditulis dalam bahasa asing terutama dalam bahasa Inggris sehingga diperlukan pemahaman yang memadai mengenai keterampilan berbahasa.
Widyaiswara merupakan tenaga fungsional, sesuai dengan PMA Nomor 75 tahun 2015 pada BAB I pasal 1 ayat 10, bahwa; jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi funsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipir Negara pada BAB I pasal 1 ayat 11, bahwa; Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Selain itu, pada ayat 12, bahwa; Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada instansi pemerintah
Salah satu unsur utama dalam penyelenggaraan pelatihan adalah Widyaiswara yang menjadi ujung tombak pelatihan sesuai dengan tugasnya yakni mendidik, mengajar dan melatih (Dikjartih) PNS serta evaluasi dan pengembangan pelatihan. Widyaiswaralah yang langsung berinteraksi dengan peserta pelatihan melalui transfer knowledge and experience, motivasi, fasilitasi diskusi, serta memberikan inspirasi dalam kelas yang mereka kelola. Untuk itu, profesionalisme Widyaiswara menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dan menjadi perhatian utama bagi keberhasilan penyelenggaraan pelatihan.
Peran widyaiswara sangat strategis dalam proses transformasi kualitas sumber daya aparatur. Harsono (2009) menyatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan diklat ditentukan oleh kualitas widyaiswara.
Oleh karena itu, kualitas widyaiswara harus senantiasa ditingkatkan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitas widyaiswara harus senantiasa dilakukan karena beberapa hal: (1) Widyaiswara dituntut mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, (2) Widyaiswara harus mampu mengikuti perkembangan lmu pengetahuan dan teknologi, (3) Widyaiswara harus mengikuti perkembangan kebijakan substansi diklat, (4) Widyaiswara harus dapat mempersepsi dan mengantisipasi perkembangan masyarakat dan permasalahan sosial, serta (5) Widyaiswara harus mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik peserta diklat. Salah satu unsur dari kualitas Widyaiswara adalah kompetensi Widyaiswara.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang System Pendidikan Nasional, Widyaiswara dikelompokkan dalam rumpun pendidik, seperti guru, dosen, instruktur, dsb. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara, secara implicit disebutkan bahwa Widyaiswara adalah jabatan profesi yang menuntut pemangku jabatan Widyaiswara untuk terus mengembangkan profesinya.
Berdasarkan pengertian widyaiswara seperti tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa widyaiswara dapat disebut sebagai guru, dosen, instruktur, fasilitator atau sebutan apa saja lainnya yang sesuai dengan bidang tugas itu.
E.  Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar.
Menurut Pribadi (2009: 10) menjelaskan bahwa, “Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam individu. Pendapat lain Gegne (dalam Pribadi, 2009: 9) menjelaskan “pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan debgan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.”
Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB I pasal 1 ayat 20 mengungkapkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
Pembelajaran orang dewasa memiliki karakteristik yang spesifik, terkait dengan karakteristik perkembangannya yang berbeda dengan periode lain. Konsep pembelajaran bagi orang dewasa sering diistilahkan dengan Andragogi. Andragogi merupakan ilmu mengenai pembimbingan orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Karakteristik andragogi berbeda dengan konsep pembelajaran yang diperuntukkan untuk anak-anak, atau yang disebut dengan pedagogi. Perbedaan antara andragogi dengan pedagogi adalah bahwa adragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan, sedangkan pedagogi berkaitaan dengan proses mewariskan kebudayaan dan pengetahuan generasi sebelumnya ke generasi saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa, pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara yang mengajar dan yang diajar dengan melibatkan media dan sumber belajar dengan menggunakan pendekatan orang dewasa.
F.   Diklat
Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik dan siap untuk berkompetisi di pasar.
Pengertian lain tentang “pelatihan” dikemukakan oleh John V. Chelsom (1997), yaitu sebagai proses pembelajaran yang melibatkan sejumlah pencapaian, baik keterampilan, konsep, dan aturan ataupun perilaku guna meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Sikula (dalam Martoyo, 1998:60), tujuan pelatihan adalah sebagai bentuk pengembangan sumber daya manusia yang meliputi: (1) Productivity, (2) Quality, (3) Human Resources Planning, (4) Morale, (5) Indirect Compensation, (6) Health and Safety, (7) Obsolescence Preventation, dan (8) Personal Growth. Dalam penyelenggaraan program pelatihan, setidaknya ada empat komponen penting yang perlu diperhatikan, karena akan menentukan efektivitas pelaksanaan pelatihan. Keempat komponen dimaksud, yakni: (1) aspek metode, (2) aspek instruktur, (3) aspek kurikulum, dan (4) aspek fasilitas.
Menurut PMA RI No. 43 tahun 2016 tentang Sistem informasi Manajemen Diklat pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat 2 bahwa; pendidikan dan pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai sesuai persyataran jabatan masing-masing pada Kementerian Agama.
Berdasarkan PMA No. 59 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi Balai Diklat Keagamaan bahwa BDK Ambon mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1.      Tugas; Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan di Wilayah Kerja Kementerian Agama Provinsi Maluku.
2.      Fungsi;
a.       Perumusan Visi, Misi dan Kebijakan Balai Diklat Keagamaan;
b.      Penyelenggaraan Diklat Tenaga Administrasi dan Diklat Tenaga Teknis Keagamaan
c.       Pelayanan di bidang Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan;
d.      Penyiapaan dan Penyajian laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan Ambon;
e.       Pelaksanaan Koordinasi dan pengembangan kemitraan dengan satuan organisasi/satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi serta lembaga terkait lainnya.
Selain itu, menurut PMA RI nomor 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat 1, maksudnya adalah; Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka mengembangkan kompetensi pegawai sesuai persyaratan jabatan masing-masing pada Kementerian Agama yang dilaksanakan paling sedikit 40 (empat puluh) jam pelajaran, dengan durasi tiap jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit. 
2. Metode Penelitian
A.  Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk mendapat data dan informasi. Sedangkan menurut Sugiono, 2009: 21, mengungkapkan bahwa metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Sedangkan metode yang akan dipakai pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dimana peneliti akan menyampaikan data dengan menguraikan berupa kalimat.
Menurut Bodgan dan Taylor dalam Sutrisno Hadi, 2009: 21, mengungkapkan penelitian kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghsilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
B.  Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai oleh penenlti adalah pendekatan deskriptif. Dimana pendekatan deskritif hanya mendiskripsikan fenoma, gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi.
Menurut Widi Novianto, 2016: 10, deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat atau karakteristik suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, pada suatu waktu atau untuk melihat adanya hubungan tententu antara suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat.
C.  Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat
Peneliti akan melakukan penelitian ini di Balai Diklat Keagamaan Ambon. Dimana tempat Peneliti bekerja sebagai widyaiswara sehigga mudah untuk mengambil dan mendapatkan data.
2.      Waktu 
Peneliti akan melakukan penelitian sesuai dengan jadwal penyelenggaraan Diklat guru mata pelajaran Bahasa Inggris yaitu pada bulan September 2017.
D.  Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang penting bagi kegiatan penelitian, karena pengumpulan data tersebut akan menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian.
Sedangkan menurut Arikunto, 2002: 136, bahwa teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
1.        Observasi, teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung pada objek kajian. Menurut Hasan (2002: 86) Observasi ialah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisasi, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.
2.        Wawancara, teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam (Hasan, 2002: 85)
3.        Dokumen, proses mencari data yang menyangkut hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.
E.  Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri sebagai instrumen kunci (instrument key). Menurut Asropi, 2016: 8, peneliti memiliki kebebasan untuk memilih bentuk data apa saja yang diperlukan.
F.   Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan ialah:
1.      Data Primer
Menurut Sumadi Suryabrata (2008: 82) data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer di dapat dari sumber informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain;
-          Catatan hasil wawancara.
-          Hasil observasi lapangan.
-          Data-data lain yang mendukung.
2.      Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002: 58). Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain sebagainya.
3. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian
A.  Temuan
Para tenaga pengajar baik guru, instruktur dan dosen serta Widyaiswara harus mampu bisa menggunakan bahasa Inggris pada saat proses pembelajaran baik itu dalam kelas selama pembelajaran maupun diluar kelas, khususnya bagi widyaiswara dimana melaksanakan pembelajaran, yaitu; Diklat, dikarenakan dalam proses pembelajaran di sekolah, madrasah, perguruan tinggi maupun Diklat, baik di kelas maupun luar kelas pasti ada peserta yang mampu dan bisa berbahasa Inggris. Oleh karena itu, para tenaga pengajar, guru, instruktur, dosen dan widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris. Sebenarnya, di Balai Diklat Keagamaan Ambon ada beberapa widyaiswara yang bisa bahasa Inggris dengan baik, yaitu; berkomunikasi dan juga yang tidak bisa mampu berbahasa Inggris karena mereka kurang kosa kata.
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kuesioner yang telah penulis lakukan untuk mendukung penulisan ini yang relevan dengan pendidik tentang bahasa Inggris mereka saat proses pengajaran dan pembelajaran, kuesionernya adalah;
1.      Apakah anda mampu berbicara bahasa inggris?
2.      seberapa jauh Anda mengerti tentang bahasa Inggris?
3.      Apakah Anda menggunakan bahasa Inggris saat belajar-mengajar dalam pelatihan?
4.      Bila Anda membuat beberapa makalah (bahan ajar) untuk mengajar, ada beberapa kata dalam bahasa Inggris, bagaimana Anda bisa mengatasinya?
Proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan yang diteliti (para widyaiswara) dengan menggunakan angket berupa daftar pertanyaan. Peneliti menemukan beberapa widyaiswara yang mampu berbahasa Inggris dan belum mampu berbahasa Inggris. Oleh karena itu, berdasarkan temuan-temuan tersebut peneliti akan membahas lebih rinci pada pembahasan yang didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli. Oleh karena itu, dalam proses penelitian dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi diharapkan dapat membantu penulis untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, sehingga dalam proses pembahasan akan menambah pemamahan dan masukan serta pengembangan kompetensi widyaiswara dalam berbahasa Inggris. Dengan demikian, widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan dapat berbahasa Inggris baik secara pasif dengan selalu berusaha dan aktif dengan pendekatan-pendekatan mempelajari referensi yang ada.   
B.  Pembahasan
Sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pengayom dan pengarah khususnya bagi widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris saat belajar mengajar. Karena, peserta diklat merupakan orang dewasa dimana pada saat pelatihan berlangsung menggunakan pendekatan andragogi yaitu pendekatan orang dewasa yang belajar dari pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami. Pada kenyataannya, ada widyaiswara yang belum mampu berbahasa Inggris dengan baik, dikarenakan widyaiswara tersebut memeiliki kosa kata yang kurang. Oleh karena itu, dengan temuan ini peneliti dapat memberikan masukan agar widyaiswara dapat berbahasa Inggris.
Berdasarkan penjelasan pada uraian di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan cara wawancara beberapa widyaiswara sebagai sumber yang telah penulis lakukan untuk mendukung penelitian ini yang relevan dengan widyaisawa tentang kemampuan berbahasa Inggris mereka, berikut beberapa pertanyaan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara terhadap widyaiswara, adalah;
1.      Mampukah anda berbahasa Inggris?
2.      Bagaiaman pemahaman anda tentang bahasa Inggris?
3.      Apakah anda sering menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran?
4.      Ketika anda membuat bahan ajar untuk mengajar, dalam penulisan terdapat kosa-kata berbahasa Inggris, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya?
Berdasarkan pertanyaan di atas, maka penulis telah melakukan wawancara dengan beberapa widyaiswara yang diambil sebagai sampel sebagai keterwakilan dalam penelitian ini.
1.        Kemampuan
Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Lebih lanjut, Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge (2009: 57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu:
a.         Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan masalah).
b.        Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.
Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek.
Pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat adalah menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran yang mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki.
Kemampuan juga bisa disebut dengan kompetensi. Kata kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang berarti ability, power, authority, skill, knowledge, dan kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi kata kompetensi dari kata competent yang berarti memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidangnya sehingga ia mempunyai kewenangan atau atoritas untuk melakukan sesuatu dalam batas ilmunya tersebut.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
G. Kemapuan Berbahasa Inggris
Bahasa adalah sistem dari komunikasi, dimana kata-kata dan berbagai bentuk kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan (Parke, 1999).
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur (Setiawan, 2007).
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat dan atau bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajajk berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi. Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak (Morgan, 1981).
Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengetahuan bahasa. Bloch dan Trager (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi. Kemudian menurut Josep Broam (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sebagai alat bergaul satu sama lain. Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh sekumpulan aturan tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna.
Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain (Sears, 2004).
Lebih lanjut, Parke, 1999 membagai bahasa dalam empat komponen, yakni:
a.       Fonologi: sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem adalah bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti.
b.      Semantik: mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat.
c.       Tata Bahasa (Grammar): struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat.
d.      Pragmatik: aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-perauran yang mendasari penggunaan bahasa. Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain.
Bahasa Inggris adalah alat untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menurut Kementerian Pendidikan Nasional adalah, setiap anak Indonesia harus mampu mengumkapkan informasi fikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dengan menggunakan bahasa Inggris.
Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan berbahasa Inggris adalah kemampuan seorang atau individu untuk menyusun dan membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan atau suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain, sehingga mereka mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Dimana individu dapat mengerti ucapan dan bahasa yang disampaikan orang lain dan mampu menunjukkan dan mengucapkan bahasa tersebut kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa, bahasa merupakan alat komunikasi yang dimiliki oleh setiap orang baik secara bahasa verbal maupun isyarat. Oleh karena itu, setiap individu harus mampu berkomunikasi dengan baik, apa lagi bahasa Inggris yang merupakan bahasa pengantar dunia. Artinya setiap orang pasti memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan orang lain, terutama bagi widyaiswara di Balai Diklatagamaan Ambon.
Untuk melengkapi penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa widyaiswara sebagai keterwakilan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan, dengan jawaban yang disampaikan juga sangat variatif.
Berikut pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan oleh peneliti;
1.      Mampukah anda berbahasa Inggris?
2.      Bagaiaman pemahaman anda tentang bahasa Inggris?
3.      Apakah anda sering menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran?
4.      Ketika anda membuat bahan ajar untuk mengajar, dalam penulisan terdapat kosa-kata berbahasa Inggris, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya?
Berdasarkan pertanyaan tersebut di atas, maka penulis mendapat jawaban-jawaban sebagai berikut;
Menurut Pa Edo:
beliau mampu berbahasa Inggris, akan tetapi dalam tenses (bentuk-bentuk waktu) belum bisa menempatkannya. Selain itu juga, beliau mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris, akan tetapi situasinya dan tidak ada teman untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan terkadang dia mencoba memahami arti beberapa kata yang dia tidak mengerti, tidak hanya Itu tapi juga, dia coba buka kamus.
Oleh karena itu, untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Tenses atau yang biasa disebut dengan bentuk waktu kalimat dalam bahasa Inggris adalah sebuah pola dari setiap kalimat dalam bahasa Inggris, sehingga kita akan mengetahui kapan suatu keadaan atau perbuatan terjadi atau dilakukan oleh subject kalimat yang bersangkutan walaupun kalimat tersebut tidak diberi keterangan waktu. Dalam Bahasa Inggris, terdapat 16 (enam belas) bentuk tense sesuai dengan penggunaaannya.
Dari 16 (enam belas) tense tersebut, masing masing dikelompokkan kedalam 4 (empat) kelompok besar (Supono, Cahya, 2004).
Tenses adalah suatu bentuk dari kata kerja (verb) yang menunjukkan waktu suatu tindakandalam kalimat bahasa inggris misalnya waktu lampau (past), sekarang (present), akan dating (future). Berdasarkan pembagian waktu tersebut, dibentukalah tiga kelompok tenses utamayang masing-masing dirinci lagi untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang lebih spesifik.
Jawaban yang berbeda disampaikan oleh Pa Met, bahwa
beliau tidak mampu berbahasa Inggris, karena kurangnya memiliki kosakata, sehingga sangat pasif dalam berbahasa Inggris.
Menurut Pa Met, memang bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, akan tetapi setiap orang, yaitu widyaiswara mempunyai kekurangan dalam berkomunikasi, yaitu komunikasi dalam berbahasa Inggris.
Oleh karena itu, untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Dalam belajar bahasa inggris, hal yang tidak boleh kita abaikan adalah kosakata. Menguasai kosakata adalah hal yang sangat dasar, akan terlihat aneh jika kita menguasai materi-materi bahasa inggris seperti Tenses tapi tidak menguasai kosakata bahasa inggris, bayangkan saja bagaimana kita akan berkomunikasi, apakah kita akan berbicara hanya dengan rumus-rumus saja. Jadi karena itulah mempelajari serta menguasai kosakata sangat-sangatlah penting, semakin banyak menguasai Vocabulary maka semakin baik.
Vocabulary sangatlah banyak jumlahnya, jika kita harus mempelajari atau menghafal tiap kosakata maka akan menjadi kesulitan tersendiri, namun bukan berarti mustahil untuk dipelajari.
Kosakata (vocabulary) adalah himpunan kata yang dimiliki oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru.
Berikut ini pendapat beberapa ahli mengenai makna dari kosakata: Menurut Kridalaksana dalam Tarigan (1994: 446): Kosakata adalah (1) komponen bahasa yang memuat secara informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis atau suatu bahasa; dan (3) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis.
Sedangkan menurut Pa Sani, bahwa
beliau mampu berbahasa Inggris, tetapi dalam berkomunisasi sedikit kaku karena kosakata juga sangat kurang. Oleh karena itu, beliau sering membuka kamus untuk mencari kosakata.
Pandangan Pa Sani, kemampuan berbahasa Inggris merupakan modal dasar yang dimiliki oleh seseorang, apalagi sebagai tenaga pengajar dalam hal ini sebagai widyaiswara dimana berhadapan langsung dengan orang-orang dewasa yang telah memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Lanjut, ketika Balai Diklat menyelenggarakan Diklat guru mata pelajaran bahasa Inggris, para widyaiswara lebih khusus diri sendiri merasa tertantang, sehingga berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi, kosakata yang menim inilah yang membuat komunisasi dalam berhasa Inggris sangat terbatas.
Oleh karena itu, untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Kosakata mempunyai pengertian sebagai berikut: (1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, (2) semua kata yang ada dalam suatu bahasa, (3) semua bahasa yang dimiliki oleh seorang penutur, (4) semua kata yang biasa digunakan oleh sekelompok orang dalam lingkungan yang sama, (5) semua kata yang biasa digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan, (6) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi disertai dengan penjelasan singkat.
Vocabulary (kosa kata) adalah sejumlah kata dalam bahasa dan kata-kata tersebut digunakan sebagai mesian dari bahasa untuk mengekspresikan suatu fikiran. Vocabulary (kosa kata) adalah dasar bahasa tidak ada bahasa tanpa vocabulary (kosa kata). Sebelum menguasai empat kemampuan, yaitu; mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Vocabulary (kosa kata) adalah salah satu komponen bahasa Inggris yang memiliki peran penting dalam memahami bacaan dan mengungkapkan semua ide dalam bentuk tulisan maupun pengucapan.
Menurut Saleh (2000: 29) kosakata adalah kata atau kelompok kata yang memiliki makna tertentu serta keseluruhan kata yang digunakan oleh seseorang dalam kegiatan komunikasi.
Sadangkan menurut ibu Hasnawati, bahwa
beliau mampu berbahasa Inggris tetapi sedikit. Apabila dalam pengucapan terdapat kesalasan, maka beliau berusaha untuk mencarinya di kamus, selain itu ketika menulis atau membuat tulisan terdapat kata atau kalimat yang berbahasa Inggris, maka beliau berusaha mencari di kamus dan di internet.
Oleh karena itu, untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai oleh peneliti, maka peneliti menyertakan teori-teori dimana untuk mendukung pendapat yang telah diwawancarai.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan yang biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan maknanya, pemakaiannya dan terjemahannya. Kamus juga dapat digunakan sebagai buku rujukan yang menerangkan makna kata – kata yang berfungsi untuk membantu seseorang mengenal perkataan baru.
Kata kamus diserap dari bahasa Arab qamus, dengan bentuk jamaknya qawamis. Kata Arab itu sendiri berasal dari kata Yunani okeanos yang berarti lautan. Sejarah kata itu jelas memperlihatkan mana dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan,khusunya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya.dalam pengertian lain, Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakainya (Kamus Besar BahasaIndonesia). Kamus disusun sesuai dengan abjad dari A-Z dengan tujuan untukmemudahkan pengguna kamus dalam mencari istilah yang diinginkannya dengan cepat danmudah. Kmaus memiliki kegunaan untuk memudahkan penggunanya dalam mencari istilah-istilah yang belum dipahami maknanya.
Pengguna kamus elektronis atau kamus digital dalam aplikasi pemrosesan teks merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Kamus merupakan basis pemeriksaan, basis pengetahuan, bahkan sebagai basis penyelidikan (Rinarizky, 2007).
Selain penjelasan tentang pengertian kamus di atas, maka untuk mendukung penjelasan yang yain tentang internet, maka penulis menjelaskan pula pengertian internet, maka peneliti myertakan teori dan pendapat para ahli.
.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan dan pendapat widyaiswara di atas, maka penulis mendapatkan pendapat lain dari disampaikan oleh widyaiswara yang lain.
Pa Ali menjawab bawha,
beliau tidak mampu berbahasa Inggris dan sering membuka kamus apabila terdapat kata-kata maupun kalimat yang beliau tidak mengetahui artinya. Oleh karena itu, lanjut beliau untuk bagaimana kita mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris, maka kita harus memiliki kosakata yang cukup. Olehnya itu, sebagai widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris, baik bersifat aktif maupun pasif.
Orang-orang akan melakukan percakapan untuk melatih fungsi bicaranya sekaligus melatih diri dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode stagnasi, dimana orang-orang tersebut dihadapkan pada kesulitan dalam penguasaan bahasanya dan kemajuan sangat lambat sekali.

Menurut Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam bukunya yang berjudul Language. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) mengatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), dimana manusia itu dibesarkan. Seperti kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuan manusia. Konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabula rasa. Teori ini tidak bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep linguistik generative dari Noam Chomsky.
Hipotesis Noam Chomsky (dalam Hidayat, 2004) mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh empirisme) yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia, sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam pada diri manusia). Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia (Hidayat, 2004).
Chomsky (dalam Hidayat, 2004) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa seorang anak.
Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua (Hidayat, 2004).
Selain itu, pendapat yang disampaikan oleh widyaiswara Pa Juma, bahwa:
beliau tidak mampu berbahasa Inggris, akan tetapi sedikit memahami makna dan maksud yang disampaikan oleh orang lai, akan tetapi sulit untuk membalasnya. Olehnya itu, menurut beliau sebagai widyaiswara harus mampu berbahasa Inggris dengan selalu memiliki kamus bahasa Inggris. Permasalah yang sama bahwa ketika beliau sangat kurang memiliki kosakata kata dalam bahasa Inggris.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Mr. Herman,
menurut Mr.Herman bahwa beliau mampu berbahasa Inggris tetapi sedikit-sedikit saja, karena kemampuan kosakata yang beliau meiliki sangat sedikit, apabila beliau mendapat kesulitan, maka beliau berusaha untuk mencari di kamus dan di google.
Lebih lanjut menurut Mr.Herman, bahwa penulusuran atau pencarian di google lebih cepat tapi harus conect dengan internet. Google, semuanya bisa didapat dan diakses dengan cepat apabila setiap orang itu harus mampu mengoperasikannya.
Google adalah sebuah mesin pencari terbesar dan terbaik pada saat ini. Google merupakan sebuah perusahaan besar amerika yang menyediakan produk dan jasa seputar internet.
Google didirikan pada tahun 1998 tepatnya pada tanggal 4 september 1998, Google didirikan oleh mahasiswa asal Universitas Stamford Amerika. Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin, mereka berdua saling bersahabat. mereka berdua mempunyai saham di perusahaan Google sebanyak 17%.
Layanan google drive sudah ada sejak tanggal 24 April 2012 dan semakin berkembang hingga saat ini serta memungkinkan pengguna untuk mengetik data, membuat slide presentasi, mengedit gambar dan lain sebagainya. Google drive yang digunakan saat ini adalah ganti dari fitur terdahulu yakni google docs, oleh sebab itu URL yang tadinya digunakan untuk mengakses google docs akan dialihkan secara langsung pada menu atau fitur google drive.
Berdasarkan alasan dan pendapat dari responden yang penulis temukan saat mewawancarai widyaiswra dengan kuesioner. Maka, penulis dapat menyimpulkan, bahwa beberapa widyaiswara belum mampu berbahasa Inggris, yaitu bersifat aktif dan pasif pada saat proses belajar mengajar baik itu pada diklat guru mata pelajaran bahasa Inggris maupun Diklat yang lainnya, dikarenakan dengan terbatasnya kosakata bahasa Inggris yang mereka miliki. Sementara itu, peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga Pembina LAN RI menyarankan agar para widyaiswara harus mampu bahasa Inggris.
Berdasarkan hasil wawancara yang ditemukan oleh peneliti dan hasil olahan dalam bentuk pembahasan, maka peneliti dapat mengasumsikan bahwa terdapat widyaiswara masih menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa yang sangat sulit untuk dipelajari, dengan alas an bahwa cara penulisan berbeda, cara membaca beda dan juga arti dan maksudnya juga berbeda. Sehingga diperlukan waktu khusus untuk belajar.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang begitu pentingnya kemampuan berbahasa Inggris di atas, penulis menyarankan beberapa poin kepada widyaiwara untuk mampu menggunakan bahasa Inggris;
a.       Jangan ragu saat berbicara dalam bahasa Inggris,
b.      Sampaikan apa adanya, sederhana dan percaya diri,
c.       Lupakan kesalahan jika saat berbicara. usahakan menghindari kesalahan; agak mengabaikan jika Anda berkomitmen
d.      Ingat bahwa Anda berada dalam tahap alpha, jadi wajar jika Anda menghadapi masalah pengucapan, masalah kosa kata dan masalah dalam menyusun kalimat,
e.       Membaca tidak akan meningkatkan kemampuan berbicara Anda tapi kosa kata Anda,
f.       Ada situs kamus pengucapan pranikah online yang memberikan pengucapan audio kata-kata,
g.      Jika Anda menggunakan handphone ada perangkat lunak pengucapan yang akan membantu Anda,
h.      Sekarang hal lain cukup kosa kata. Diasumsikan bahwa untuk berbicara bahasa Inggris dengan lancar kita hanya memerlukan dua sampai tiga ribu kata.
2.    Widyaiswara
Widyaiswara merupakan tenaga fungsional, sesuai dengan PMA Nomor 75 tahun 2015 pada BAB I pasal 1 ayat 10, bahwa; jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi funsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipir Negara pada BAB I pasal 1 ayat 11, bahwa; Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Selain itu, pada ayat 12, bahwa; Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada instansi pemerintah
Salah satu unsur utama dalam penyelenggaraan pelatihan adalah Widyaiswara yang menjadi ujung tombak pelatihan sesuai dengan tugasnya yakni mendidik, mengajar dan melatih (Dikjartih) PNS serta evaluasi dan pengembangan pelatihan. Widyaiswaralah yang langsung berinteraksi dengan peserta pelatihan melalui transfer knowledge and experience, motivasi, fasilitasi diskusi, serta memberikan inspirasi dalam kelas yang mereka kelola. Untuk itu, profesionalisme Widyaiswara menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dan menjadi perhatian utama bagi keberhasilan penyelenggaraan pelatihan.
Peran widyaiswara sangat strategis dalam proses transformasi kualitas sumber daya aparatur. Harsono (2009) menyatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan diklat ditentukan oleh kualitas widyaiswara.
Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang System Pendidikan Nasional, Widyaiswara dikelompokkan dalam rumpun pendidik, seperti guru, dosen, instruktur, dsb. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara, secara implicit disebutkan bahwa Widyaiswara adalah jabatan profesi yang menuntut pemangku jabatan Widyaiswara untuk terus mengembangkan profesinya.
Widyaiswara dicalonkan secara internal dan diangkat oleh pejabat yang berwenang dengan penempatan dalam lingkungan instansi dari pejabat yang mengangkat melalui surat rekomendasi yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara setelah calon widyaiswara dinyatakan lulus syarat administrasi dan uji/evaluasi kompetensi melalui paparan spesialisasi mata diklat.
Menurut peraturan yang dikeluarkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada empat tingkatan widyaiswara, yakni : Widyaiswara Pertama (untuk PNS golongan III/a dan III/b); Widyaiswara Muda (untuk PNS golongan III/c dan III/d); Widyaiswara Madya (untuk PNS golongan IV/a, IV/b dan IV/c); serta Widyaiswara Utama (untuk PNS golongan IV/d dan IV/e).
Berdasarkan pengertian widyaiswara seperti tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa widyaiswara dapat disebut sebagai guru, dosen, instruktur, fasilitator atau sebutan apa saja lainnya yang sesuai dengan bidang tugas itu.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar.
Menurut Pribadi (2009: 10) menjelaskan bahwa, “Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam individu. Pendapat lain Gegne (dalam Pribadi, 2009: 9) menjelaskan “pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan debgan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.”
Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB I pasal 1 ayat 20 mengungkapkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
Pembelajaran orang dewasa memiliki karakteristik yang spesifik, terkait dengan karakteristik perkembangannya yang berbeda dengan periode lain. Konsep pembelajaran bagi orang dewasa sering diistilahkan dengan Andragogi. Andragogi merupakan ilmu mengenai pembimbingan orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Karakteristik andragogi berbeda dengan konsep pembelajaran yang diperuntukkan untuk anak-anak, atau yang disebut dengan pedagogi. Perbedaan antara andragogi dengan pedagogi adalah bahwa adragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan, sedangkan pedagogi berkaitaan dengan proses mewariskan kebudayaan dan pengetahuan generasi sebelumnya ke generasi saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa, pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara yang mengajar dan yang diajar dengan melibatkan media dan sumber belajar dengan menggunakan pendekatan orang dewasa.
4. Diklat
Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik dan siap untuk berkompetisi di pasar.
Wasti Sumarno (1990:75) mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses belajar yang menghasilkan pengalaman yang memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah. Sedangkan pelatihan adalah keseluruhan proses, teknik, dan metode belajar-mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu R.A. Plant dan R.J. Ryan (1994) menyatakan bahwa pelatihan (training) mencakup pengembangan berbagai informasi kepada individu atau kelompok sehingga mereka mendapatkan berbagai informasi baru.
Mengenai manajemen tenaga ke-Diklat-an dalam kajian administrasi pendidikan dikatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan ilmu yang mengkaji tentang bagaimana mengelola sumber daya yang ada dalam upaya mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Paradigma manajemen pendidikan bisa dilihat dari tinjauan makro, messo, dan mikro dengan bidang kegiatan yang khas, sesuai dengan karakteristik organisasi pendidikan. Dalam hal ini, Engkoswara (2002:9) mengklasifikasi tiga jangkauan manajemen pendidikan. Secara makro mengkaji keterkaitan yang utuh antara rona kecenderungan kehidupan dengan kemampuan kualitas kemandirian manusia Indonesia dan rambu-rambu pembekalan dalam suatu sistem pendidikan. Secara messo merujuk pada manajemen pendidikan kelembagaaan atau satuansatuan pendidikan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Manajemen pendidikan secara mikro adalah manajemen proses pendidikan unit kecil dalam waktu yang relatif singkat.
Adapun kebijakan manajemen reformasi sumber daya ke-Diklat-an, sebagaimana yang dijadikan fokus penelitian ini, dapat diposisikan dalam konstelasi manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) yang merupakan salah satu area kajian administrasi pendidikan (Caiden & Siedentopof, 1982).
Menurut PMA RI No. 43 tahun 2016 tentang Sistem informasi Manajemen Diklat pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat 2 bahwa; pendidikan dan pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai sesuai persyataran jabatan masing-masing pada Kementerian Agama.
Pendidikan Pelatihan merupakan lembaga untuk melaksanakan sistem pembinaan aparatur yang membentuk pegawai agar berintegritas, profesional, inovatif, bertanggung jawab dan keteladanan terhadap tugas dan kewajiban.
Berdasarkan PMA No. 59 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi Balai Diklat Keagamaan bahwa BDK Ambon mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a.      Tugas; Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan di Wilayah Kerja Kementerian Agama Provinsi Maluku.
b.      Fungsi;
1.      Perumusan Visi, Misi dan Kebijakan Balai Diklat Keagamaan;
2.      Penyelenggaraan Diklat Tenaga Administrasi dan Diklat Tenaga Teknis Keagamaan
3.      Pelayanan di bidang Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan;
4.      Penyiapaan dan Penyajian laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan Ambon;
5.      Pelaksanaan Koordinasi dan pengembangan kemitraan dengan satuan organisasi/satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi serta lembaga terkait lainnya.
Berdasarkan penjelasan pada PMA tersebut, maka Diklat mempunyai tugas dan fungsi adalah melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan program, Kegiatan Akademik, Kepesertaan dan Sarana Diklat Struktural, Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis Administrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Diklat yang akan dilakukan harus sesuai dngan standar dan mutu pengembagan diklat agar bergengsi dalam dunia Pendidikan dan Pelatihan.
Selain itu, menurut PMA RI nomor 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama pada BAB I pasal 1 ayat 1, maksudnya adalah; Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan dalam rangka mengembangkan kompetensi pegawai sesuai persyaratan jabatan masing-masing pada Kementerian Agama yang dilaksanakan paling sedikit 40 (empat puluh) jam pelajaran, dengan durasi tiap jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit. 

BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur.
Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain.
Bahasa Inggris adalah alat untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menurut Kementerian Pendidikan Nasional adalah, setiap anak Indonesia harus mampu mengumkapkan informasi fikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dengan menggunakan bahasa Inggris
B.  Saran
Berdasarkan penjelasan pada kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan;
1.      Para tenaga pengajar, instruktur, guru, dosen dan widyaiwara harus mampu berbahasa Inggris dalam berkomunikasi, baik itu pasif maupun aktif, sehingga pembelajaran bisa interaktif.
2.      Diharapkan Lembaga dapat menyiapkan sarana dan sarana pembelajaran bahasa, agar para peserta dan tenaga pengajar, instruktur, guru, dosen dan widyaiwara dapat melatih dan mengembang diri dalam pembelajaran bahasa.








Daftar Pustaka
Asropi, 2016. Analisis Penelitian. Modul Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Menengah. Pusat Pembinaan Widyaiswara Lembaga Administrani Negara Republik Indonesia.
Basri, H dan Rusdiana H.A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Cet 1. Bandung: Pustaka Setia
Collingwood, R. G.; et al, 1936. "The English Settlements. The Sources for the period: Angles, Saxons, and Jutes on the Continent". Roman Britain and English Settlements. Oxford, England: Clarendon.  ISBN 0-8196-1160-3.
Crystal, D., 2000. The Cambridge Encyclopedia of Language 3rd (Third) edition. Cambridge University Press.
Dan Su, 1995. A study of English Learning Strategies and Styles of Chinese University Students in Relation to Their Cultural Beliefs and Beliefs about Learning English. A Dissertation submitted to the Graduate Faculty of the University of Georgia in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Doctor of Education. Athens, Georgia.
Harsono, 2009. Widyaiswara. bakpiajogja.blogspot.com/2009/02/widyaiswara.html
Hasan, 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Jeans Aitchison, 2008. The Seeds of Speech: Language Origin and Evolution. New Baldick, Chris. Oxford: Dictionary of Literary Terms. New York: Oxford.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta.
Kementerian Agama, 2012. Standar Kediklatan Teknis dan Sistem Penjaminan Mutu Diklat Teknis. Badan Litbang dan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Michael Quninn Patton, 1980. Qualitative Evaluation Methodes, (Sage Publications, Baverly Hills).
Peraturan Menteri Agama (Teknis 2012) Nomor 59 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Keagamaan.
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 43 tahun 2016 tentang Sistem informasi Manajemen Diklat pada Kementerian Agama.
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Kementerian Agama.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Pribadi, Benny, 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Bandung: Adicita.
Rosita, 2015. Pemahaman Perilaku dan Strategi Pembelajaran bagi Orang Dewasa. Jurnal Andragogi. Pusdiklat Teknis.

No comments:

Post a Comment

PHILOSOPHY OF QUANTITATIVE RESEARCH

PHILOSOPHY OF QUANTITATIVE RESEARCH By, Hanafi Pelu (181061001001)