Sunday, August 19, 2018

Cerita Naskah Proklamasi dan Mesin Tik Milik Perwira Nazi Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Naskah Proklamasi dan Mesin Tik Milik Perwira Nazi", https://nasional.kompas.com/read/2018/08/17/13475481/cerita-naskah-proklamasi-dan-mesin-tik-milik-perwira-nazi

Penulis : Reza Jurnaliston Editor : Krisiandi
JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak cerita di balik pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Salah satunya ihwal mesin tik yang digunakan untuk menyusun teks proklamasi. Mesin tik yang jadi saksi bisu lahirnya Republik Indonesia itu ternyata milik perwira angkatan laut Nazi Jerman yang dipinjam khusus untuk mengetik teks proklamasi. Dilansir dari buku 17-8-1945, Fakta, Drama, Misteri karya Hendri F. Isnaeni terbitan Change (2015), para tokoh, seperti Soekarno, Ahmad Soebardjo dan lainnya berkumpul untuk merumuskan teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda. Setelah naskah dirampungkan, teks mesti diketik. Namun, ternyata di rumah Maeda tak ada mesin tik berhuruf latin.


Pembantu Laksama Maeda, Satzuki Mishima diperintahkan untuk mencari mesin tik. Dia kemudian pergi ke kantor militer Jerman menggunakan mobil jeep untuk meminjam mesin tik. Di sana, Satzuki bertemu perwira angkatan Laut Nazi Jerman Mayor Kandelar yang bersedia meminjamkan mesin tik. Sesampainya mesin tik di rumah Maeda, Sayuti Melik ditemani BM Diah mengetik naskah proklamasi. “Dia (Sayuti Melik) menuju ke ruang lain yang ada meja tulis dan mesin ketik,” kata Diah. “Saya berdiri di belakang Sayuti Melik ketika dia mengetik,” sambung Diah. Sayuti Malik mengetik naskah proklamasi dengan perubahan kata ‘tempoh’ diubah menjadi ‘tempo’; kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”. Selain itu, ia juga menambahkan nama “Soekarno-Hatta” serta “Djakarta,17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Angka 05 adalah singkatan dari 2605 tahun showa Jepang, yang sama dengan tahun 1945 masehi. Teks Proklamasi (Dok. Kompas) “Saya berani mengubah ejaan itu adalah karena saya dulu pernah sekolah guru, jadi kalau soal ejaan bahasa Indonesia saya merasa lebih mengetahui daripada Bung Karno,” kata Sayuti. Sayuti Malik mengetik naskah proklamasi tersebut dengan tergesa-gesa karena waktu sudah menjelang dini hari. Baca juga: Siulan Rahasia Bung Karno dan Kecurigaan Belanda di Kota Ende Sehingga hasil ketikan tampak tidak rapi, sedikit agak mencong atau tidak lurus. Sedangkan konsep naskah yang ditulis Soekarno ia tinggalkan begitu saja di dekat meja ketik. “Karena tergesa-gesa tadi maka tidak terpikirkan perlunya mengetik rangkap untuk arsip. Jadi hanya saya buat hanya satu lembar saja,” kata Sayuti. Setelah naskah proklamasi itu diketik dan dibacakan di depan rapat dan disetujui, barulah Soekarno dan Mohammad Hatta membubuhkan tanda tangannya. Naskah proklamasi itu yang hingga kini disebut sebagai Naskah Proklamasi Otentik. Sementara naskah yang ditulis Soekarno disebut sebagai Naskah Proklamasi Klad. Naskah proklamasi dibacakan Soekarno yang didampingi Hatta di Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta Pusat.  Sempat terbuang Siapa sangka jika naskah proklamasi sempat terbuang dan masuk tong sampah di rumah Laksamana Maeda. Ini diceritakan Sayuti. Dia berpikir bahwa naskah yang ditulis Soekarno menggunakan pena itu sudah hilang.  “Setelah konsep saya ketik, saya tinggalkan begitu saja di dekat mesin tik dan ternyata tidak saya temui lagi. Saya beranggapan bahwa konsep yang ditulis tangan oleh Bung Karno itu telah hilang, mungkin sudah sampai di tempat sampah dan musnah,” kata Sayuti. Beruntung naskah tersebut berhasil diselamatkan BM Diah. Baca juga: Kisah Tiga Pengibar Merah Putih Saat Proklamasi 17 Agustus 1945 “Tetapi ternyata anggapan saya itu salah. Saudara BM Diah ternyata memberikan perhatian terhadap konsep naskah tulisan Bung Karno tadi, mungkin beliau (BM Diah) telah memikirkan untuk keperluan dokumentasi maka konsep itu diselamatkan,” kata Sayuti. Saat ini mesin tik yang jadi saksi bisu sejarah Indonesia tersebut tersimpan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Begitu pula naskah proklamasi.

No comments:

Post a Comment

PHILOSOPHY OF QUANTITATIVE RESEARCH

PHILOSOPHY OF QUANTITATIVE RESEARCH By, Hanafi Pelu (181061001001)